METRO||mediakritis.com — Pemerintah Kota Metro resmi menghapus seluruh denda tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sejak tahun 2002 hingga 2024. Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Wali Kota Metro dan mulai berlaku sejak 15 Mei hingga Oktober 2025.
Langkah tersebut diambil sebagai bentuk keringanan fiskal bagi warga serta upaya mendorong optimalisasi penerimaan pajak daerah.
Kepala Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Metro, Syahri Ramadhan menjelaskan bahwa keputusan penghapusan denda selama 22 tahun ini merupakan kebijakan langsung dari Wali Kota, H. Bambang Iman Santoso dan Wakil Wali Kota Metro, Dr. M. Rafieq Adi Pradana.
“Alhamdulillah, kebijakannya melalui Keputusan Wali Kota itu dihapuskan, berkaitan dengan denda tunggakan PBB-P2 dari kurun waktu 2002 sampai dengan 2024. Artinya, yang dibayarkan hanya pokoknya saja,” kata Syahri saat dikonfirmasi awak media di Pemkot setempat, Selasa (1/7/2025).
Kebijakan ini berlaku selama enam bulan dan menyasar seluruh wajib pajak PBB di Kota Metro yang hingga kini masih menunggak pembayaran. Pemerintah berharap kebijakan ini mampu menggerakkan kembali kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan, tanpa terbebani akumulasi denda yang menumpuk selama bertahun-tahun.
Berdasarkan data BPPRD, hingga akhir Juni 2025, realisasi pembayaran PBB di Kota Metro masih berada di kisaran 30 persen dari target tahunan. Namun, Syahri mencatat ada tren peningkatan signifikan pascapemberlakuan kebijakan penghapusan denda ini.
“Alhamdulillah, dari kebijakan ini ada peningkatan pembayaran pajak bumi dan bangunan yang cukup lumayan. Meskipun belum signifikan, tetapi efeknya mulai terasa,” ucapnya.
BPPRD juga telah menggencarkan sosialisasi kepada masyarakat melalui jaringan camat dan lurah di lima kecamatan. Selain melalui tatap muka dan pertemuan komunitas, penyampaian informasi juga dilakukan melalui media sosial dan publikasi resmi Pemkot Metro.
Kebijakan ini dinilai berdampak langsung terhadap masyarakat, khususnya para wajib pajak kecil yang selama ini menunggak karena terhambat besarnya beban denda. Banyak di antara mereka yang memiliki tunggakan puluhan ribu hingga jutaan rupiah akibat akumulasi denda dari tahun-tahun sebelumnya.
BPPRD menekankan bahwa kebijakan ini bersifat stimulus fiskal dan bukan pengampunan pajak. Wajib pajak tetap diwajibkan membayar pokok PBB, namun tanpa tambahan denda. Kebijakan ini juga diharapkan dapat membangun kembali kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan daerah.
Syahri Ramadhan menyebut pihaknya tengah menyusun skema lanjutan untuk memperluas dampak positif kebijakan fiskal ini. Salah satunya berupa pemberian insentif atau penghargaan bagi wajib pajak yang patuh dan tepat waktu.
“Kita sedang membuat skema dan konsepnya, agar ada reward khusus kepada masyarakat yang membayar tepat waktu. Langkah-langkahnya harus benar-benar diperhitungkan terutama dari sisi aturan dan kebijakan kepada masyarakat secara umum,” jelasnya.
Langkah ini dinilai penting untuk menjaga keberlanjutan kebijakan fiskal daerah, sekaligus sebagai strategi insentif jangka menengah untuk mendorong kepatuhan pajak di masa mendatang.
Meskipun respons awal cukup positif, tantangan utama tetap ada, yakni menjangkau dan meyakinkan seluruh wajib pajak agar memanfaatkan kesempatan ini sebelum tenggat waktu berakhir pada Oktober 2025. Pemerintah daerah juga dihadapkan pada tugas menjaga keseimbangan antara kebijakan pro-rakyat dan kebutuhan menjaga stabilitas pendapatan asli daerah (PAD).
Pemkot Metro melalui BPPRD menegaskan bahwa kebijakan ini bukan akhir, melainkan awal dari serangkaian reformasi perpajakan yang lebih adaptif dan inklusif. (ADV)