Metro Lampung, mediakritis.com – Lembaga Swadaya Masyarakat Berjuang untuk Rakyat (LSM JUARA) menyoroti kritis hasil pleno Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kota Metro yang menetapkan adanya dugaan pelanggaran pidana kampanye politik yang melibatkan Wakil Wali Kota Metro, Qomaru Zaman, dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) di instansi pemerintah setempat, Sabtu (05/10/2024) lalu.
Ketua LSM JUARA Surya Septiono, S.H, CPM, meminta seluruh unsur penegak hukum yang tergabung pada Gakkumdu Kota Metro, tidak ‘main mata’ atas proses penegakan hukum dugaan pidana pilkada di wilayah setempat.
“Karena hasil tersebut diputuskan melalui rapat pleno yang terdiri dari unsur Bawaslu, Kejaksaan, dan Kepolisian Kota Metro, dimana dalam putusan pleno itu dinyatakan temuan Bawaslu Kota Metro tersebut naik ke tahap pidana pilkada, ya para pihak penegak hukum jangan sampai ‘main mata’ soal ini. Kita akan kawal ini dari hulu sampai hilir, supaya penegakkan supremasi hukum terwujud dengan baik di Kota Metro,” ujarnya.
Dikatakannya, jika proses penyelenggaraan Pilwalkot Metro banyak terjadi potensi penyelewengan, dikhawatirkan dalam rentang waktu kepala daerah itu menjabat akan rentan terkena kasus akibat dalam proses pemilihannya dilakukan secara tidak benar.
“Hal itu akan merugikan masyarakatnya sendiri. Ketika kepala daerah menjadi ‘pasien’ penegak hukum, baik itu Kejaksaan atau KPK, maka di daerah tersebut terjadi vakum kekuasaan yang mengakibatkan kesejahteraan daerah menjadi terabaikan. Belum lagi, jika hanya dipimpin oleh Pelaksana Tugas (Plt), tugas serta wewenang yang dimiliki Plt sangat terbatas terutama dalam hal mengeluarkan kebijakan. Ini menjadi kekhawatiran kita semua,” jelasnya.
Oleh karenanya, imbuh dia, proses penanganan pelanggaran pilkada yang masuk ke tahap penyidikan pidana, mesti diaplikasikan secara serius oleh para penegak hukum.
“Ketika menangani kasus pidana pilkada, diharapkan rekan-rekan di Kepolisian, Kejaksaan, juga ditingkat peradilan, mesti memegang teguh prinsip rule of law. Mesti dipahami segala regulasi yang mengatur itu semua. Bukan hanya dalam tataran penyidikan, termasuk juga di peradilan nantinya. Jangan sampai terjadi putusan hakim yang menangani perkara pidana pilkada nantinya dinilai mengabaikan rasa keadilan. Kasus-kasus pidana pilkada itu antara lain penggunaan fasilitas pemerintah, penghinaan atau fitnah, perusakan, surat palsu, penipuan, dan juga penganiayaan yang sangat dimungkinkan terjadi pada pilkada 2024 ini. Tegakkan keadilan walau langit runtuh,” tegasnya.(Red)